Johnnydeppreads.com – Sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin akan menyebutkan candi Borobudur atau prambanan jika ditanya situs keagamaan Hindu maupun Buddha yang populer di Indonesia. Namun, Indonesia sendiri memiliki beberapa lokasi dimana candi-candi luar biasa berada, Sebagian wisatawan belum mengetahui bahwa Kota Blitar juga memiliki tempat wisata religi berupa candi. Faktanya, daerah ini memiliki Candi Penataran yang terkenal. Sesuai dengan namanya, candi ini terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok. Candi Hindu ini sudah ada sejak Kerajaan Kediri berdiri. Bahkan, candi ini bertahan hingga masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Kini, pemerintah setempat juga memasukkannya sebagai salah satu tempat wisata yang direkomendasikan. Pengunjung biasanya berfoto dan belajar sejarah tentang candi ini. Selain itu, tempat ini juga cukup nyaman untuk bersantai di akhir pekan.

Nuansa di Kawasan Candi Penataran

Sebenarnya, tempat ini merupakan kompleks candi. Artinya, wisatawan bisa menemukan lebih dari satu candi di sana. Belum lagi ukuran dan bentuknya yang berbeda-beda. Sebagai informasi, kompleks ini termasuk yang terluas di Provinsi Jawa Timur. Dari segi nuansa, tempat ini seperti pemukiman kuno kerajaan lama. Menariknya, kompleks candi ini berada di daerah pedesaan dan dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk dan pepohonan. Lingkungan dan udaranya juga sangat bagus, tidak mengherankan karena situs ini berada di ketinggian 450 meter di atas permukaan laut.

Menjelajahi Candi Penataran

Lokasinya yang dekat dengan Desa Penataran, membuat wisatawan dapat menemukannya dengan mudah tanpa bantuan pemandu lokal. Untuk kegiatan wisata, wisatawan biasanya menghabiskan waktu untuk mengambil foto candi-candi Hindu tersebut. Untungnya, wisatawan dapat mengambil foto-foto lebih dari satu candi. Kompleks ini memiliki beberapa candi. Oleh karena itu, disarankan untuk menjelajahi situs ini secara menyeluruh. Selama wisatawan tidak merusak lingkungan, mereka diperbolehkan untuk berkeliling di kompleks tersebut.

Alasan berikutnya untuk mengunjungi Candi Penataran adalah untuk mempelajari sejarahnya. Dalam hal ini, bantuan pemandu lokal akan sangat berguna. Konon pendirinya adalah Horsfield dan mendirikannya pada tahun 1815. Ia mengatakan bahwa reruntuhan candi tersebut menunjukkan adanya pembangunan candi yang berkelanjutan. Kira-kira, pembangunan dimulai pada abad ke-12 dan berakhir pada abad ke-15. Tidak heran, dua kerajaan kuno (Kerajaan Kediri dan Kerajaan Majapahit) pernah menaklukkan kompleks tersebut pada era yang berbeda saat itu.

Bagi yang pernah berkunjung ke Candi Penataran, pasti sudah tahu fungsi dari candi ini. Konon, fungsi utamanya adalah untuk menampung umat Hindu. Candi ini juga digunakan sebagai tempat pemujaan bagi Rsi Saiwa dan Sugata. Sebagai informasi, nama aslinya adalah Candi Palah. Candi ini dulunya digunakan sebagai tempat pemujaan, terutama untuk mencegah bencana alam seperti letusan Gunung Kelud. Namun, kini candi ini telah menjadi tempat wisata menarik di Kota Blitar.

Akses Menuju ke Lokasi

Sebagai informasi, jarak antara Kota Surabaya dan Kota Blitar adalah 155 km. Itu berarti akan memakan waktu sekitar 3 jam 30 menit untuk mencapai tempat tujuan. Namun, perjalanan ini dapat ditempuh lebih cepat dengan mengambil jalur Tol Surabaya – Mojokerto. Kemudian, sesampainya di Blitar, wisatawan dapat mengambil jalur Raya Penataran dan langsung menuju ke candi. Jaraknya 13,3 km, sehingga perjalanan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 22 menit.

Mengeksplorasi Kawasan Candi Penataran

Dua sosok penjaga besar dengan mata tajam, gigi bertaring, dan pentungan berjongkok, siap menerkam calon pelanggar di pintu masuk kompleks candi Penataran. Seolah pahatan batu itu tidak cukup menakutkan, sebuah prasasti abad ke-12 di kompleks yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno menjelaskan bahwa kemalangan akan menimpa mereka yang berani mengganggu atau merusak situs tersebut.

Pelataran pertama sempit dan pada dasarnya merupakan panggung tinggi tempat Teras Pendopo berada. Saat ini teras ini terdiri dari panggung batu di atas fondasi tanah, yang bertuliskan tahun 1375. Relief naratif diukir di dinding batu panggung yang menggambarkan cerita yang diambil dari puisi kidung.

Tiga cerita kidung yang berbeda diidentifikasi di Teras Pendopo yakni Bubuksha, Sri Tanjung, dan Sang Setyawan. Bubuksha mengisahkan dua bersaudara, Bubuksha dan Gagang Aking, yang bertemu dengan seekor harimau lapar. Sementara Gagang Aking menolak untuk mengorbankan dirinya, Bubuksha tanpa pamrih menawarkan tubuhnya untuk dimakan oleh harimau itu. Ternyata harimau itu sebenarnya adalah Bathara Guru, dewa tertinggi, yang menyamar.

Ketiga narasi visual dimaksudkan untuk dilingkari berlawanan arah jarum jam di sekitar Teras Pendopo. Meskipun tidak ada sumber tertulis mengenai fungsinya, teras ini kemungkinan digunakan sebagai tempat penyimpanan sesaji. Sementara itu, penyajian relief berbasis kidung menunjukkan popularitas cerita lokal tersebut selama periode kerajaan Majapahit.

Bangunan lain di pelataran pertama Penataran adalah candi yang dijuluki “Candi Bertanggal”  karena terdapat tanggal 1369 yang tertera pada ambang pintu. Candi ini tampak seperti menara yang memiliki satu bilik, yang dapat diakses melalui pintu di sisi barat. Di atas pintu terdapat kepala Kala, penjaga waktu.

Figur Kala juga muncul di atas relung di tiga sisi lain Candi Bertanggal. Dalam keempat gambar, Kala digambarkan dengan mata melotot, taring, dan tanduk. Kala muncul dalam seni tanpa tubuh, kecuali tangannya yang digunakan untuk membingkai wajahnya. Di dalam Candi Bertanggal terdapat arca Ganesha.

Simbolisme Tiga Pelataran di Penataran

Di Jawa kuno, alam semesta divisualisasikan sebagai tiga alam yang terpisah, sesuai dengan konsepsi Hindu dan Buddha tentang alam semesta mereka. Misalnya, candi Buddha Borobudur di Jawa Tengah secara simbolis dibagi menjadi tiga alam vertikal yakni kamadhatu (alam keinginan duniawi), rupadhatu (alam bentuk), dan arupadhatu (alam ketiadaan bentuk). Sementara itu, struktur candi menara Hindu dibagi menjadi tiga alam vertikal yakni Bhurloka (alam manusia), Bhuwarloka (alam yang disucikan) dan Swarloka (alam para dewa). Ini berasal dari pemahaman bahwa para dewa bersemayam di puncak Gunung Meru.

Dalam konteks ini, tata letak tiga pelataran di Penataran mewakili manifestasi visual alam semesta tripartit. Namun, alih-alih memvisualisasikan alam semesta tripartit sebagai pendakian vertikal, di Penataran alam semesta tripartit disusun secara linier bergerak menuju Gunung Kelud. Dengan cara ini, Gunung Kelud menjadi puncak dewa-dewi Jawa secara harfiah dan simbolis. Sebagai tempat tinggal para dewa di bumi, para penguasa Jawa kuno berusaha memastikan bahwa para dewa akan terus hidup dalam kerajaan mereka dengan memberikan perlindungan di lokasi Penataran selama tiga abad.

Baca Juga : Danau Kaco dengan Pesona Warna Air yang Sangat Cantik, Kamu Penasaran? Yuk Simak Ulasannya!

By Yuda Tour

Yuda Tour Keliling Indonesia adalah penyedia layanan wisata terbaik yang mengajak Anda menjelajahi keindahan alam, budaya, dan sejarah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dengan paket tour yang lengkap dan fleksibel, Yuda Tour menawarkan pengalaman tak terlupakan ke berbagai destinasi unggulan seperti Bali, Yogyakarta, Raja Ampat, Labuan Bajo, Danau Toba, hingga destinasi eksotis lainnya.